Senin, 17 September 2007

Cihuy


Pertama, tentu saja aku harus menjelaskan judul itu. Lagi-lagi ini pengalaman memperhatikan sekeliling waktu melakukan perjalanan. Sebenarnya judul yang pas adalah ‘bergelantungan’. Tapi, kuanggap kurang berbobot, soalnya bisa terpeleset menjadi berbelatungan. Lagi pula ‘cihuy’ lebih menarik.
Terkait dengan judul itu, tentu saja perlu pembatasan masalah apa yang akan kubahas di sini. Karena cihuy sendiri secara harfiah mungkin berarti jeritan kegembiraan (entah karena apa, karena berbagai sebab). Aku sendiri tidak terlalu bisa mengartikannya dengan benar. Silahkan dicek di kamus bahasa Indonesia.
Yang akan kubicarakan di sini sebenarnya terkait dengan ‘cihuy’ yang diteriakkan anak-anak SMP (atau setingkat) dan anak-anak SMA (atau sederajat) berjenis kelamin laki-laki yang sedang bergelantungan di angkudes. Kira-kira demikianlah pendengaranku, mereka meneriakkan: Cihuy!! Eh, mungkin juga bukan cihuy, karena sebenarnya aku cuman menebak gerak bibir dan roman muka mereka.
Tentu saja aku melihat pemandangan itu di perjalanan luar kota, jadi pastilah yang ditumpangi itu angkudes, bukan angkot. Dan yang bergelantungan itu mestinya cowok, karena merasa macho dan pakai celana, cewek kan pakai rok! Cewek dipersilahkan berdesak-desakkan di dalam angkudes.
Sebagai gambaran: di pintu angkudes (biasanya mobil monobox seperti Suzuki Carry, Daihatsu Espass, dan lain-lain, berpintu samping) berjubel anak-anak cowok SMP dan SMA, bergelantungan pada pegangan atas pintu. Keliahatannya sampai 5-6 orang! Total di pintu mungkin lebih. Jadi mereka berayun-ayun karena ada yang hanya bergantung dengan satu tangan, sakingkan sesaknya di pintu itu. Angkudesnya ngebut!
Aku pernah melihat pemandangan lebih edan lagi, ada anak SMP atau SMA yang bergelantungan sampai ke daerah belakang mobil yang tidak ada pintunya sama sekali! Hanya berpijakan di bemper belakang dan memegang besi untuk barang di atas mobil (roof rack). Ini pernah kusaksikan di antara Magelang – Ambarawa pada jam masuk sekolah pagi.
Sebenarnya ini bukanlah hal yang mengagetkan kamu semua, karena mungkin kamu semua sudah pernah menyaksikannya. Hanya, aku berfikir, kok bisa ya, mereka mempertaruhkan nyawanya sedemikian rupa seperti itu. Apa tidak takut jatuh? Kalau jatuh dengan kecepatan seperti itu, minimal kan bisa patah tulang, muka lecet kena aspal, dan bahkan koit. Serem juga membayangkan akibatnya.
Tapi yang lebih menarik, adalah bertanya-tanya dan mereka-reka jawaban: mengapa mereka sampai melakukan hal itu? Bagaimana kita semua menyikapi hal itu?
Berbagai jawaban mengalir dalam otakku. Mungkin angkudesnya terbatas. Murid-murid itu tidak punya pilihan angkutan lain. Padahal harus sampai ke sekolah tepat waktu. Supir angkudes sama saja, tidak punya pilihan: kalau tidak dibawa, anak-anak bisa terlambat. Atau mungkin ada yang berpikir: mumpung angkudes gak banyak, keruk terus keuntungan dengan menampung penumpang sebanyak-banyaknya. Apa ndak bisa sih, si angkudes, membatasi jumlah penumpangnya, terus balik lagi mengambil yang belum terangkut? Atau memang betul: dari pada diangkut sama angkudes lain, mending gue borong sekalian aja. Kan anak-anak pada mau…Bergelantungan, segar menahan angin…CIHUY!! Kalau masuk angin, di sekolah bawaannya ngantuk melulu, dan ke WC tiap sebentar!
Orang tua menutup mata, terpaksa cuek. Pasrah: Ya Tuhan, selamatkanlah anak-anakku pergi dan pulang sekolah, karena aku tak punya pilihan transportasi lain buat mereka.
Bagaimana sikap polisi? Polisi? Memangnya di luar kota ada polisi? Di kota saja kurang. Kalau adapun, mestinya tidak bisa berbuat apa-apa. Lha, setiap hari kejadiannya akan sama. Tetap berulang. Ada effort dari masyarakat? Ndak tuh. Kejadian itu masih ada. Pemerintah? Sami mawon. Diberi BOS juga sudah syukur…
Kalau seperti ini, jangan bandingkan deh sama negara-negara lain. Malu kita.
Masak sih tidak ada yang bisa diusahakan? Misalnya, secara sadar, masyarakat dan pemerintah mengerahkan setiap jam pagi masuk sekolah angkutan-angkutan yang ada di kampung dan kantor untuk mengangkut anak-anak itu? Sebentaaaaarrr saja. Kenakanlah uang bensin. Dari pada mobil nganggur di garasi, dari pada mobil dinas dipinjam entah untuk apa. Sebentaaaaarrrr saja.
Duh, generasi penerus bangsa, anak-anak sekolah, masak sih kamu semua harus berjuang dengan taruhan nyawa seperti itu untuk menuntut ilmu? Untuk jadi pintar dan berguna?
Gimana kalau BOS diganti jadi BOOS, bantuan operasional dan opelet sekolah.

Keywords: semua pada cuek: mudah-mudahan tidak ada yang jatuh (cuman berharap doang, nggak ada usaha) – pemerintah dan polisi tidak bisa berbuat apa-apa – aku juga cuek ternyata: cuman ngomong doang bisanya.

Keterangan Gambar: gambar ini baru kuambil di perjalanan Rembang-Pati akhir Maret 2008

Tidak ada komentar: